Senin, 06 Agustus 2012

Sumatera Barat


Sumatera Barat memiliki hampir semua jenis objek wisata alam seperti laut, pantai, danau, gunung dan ngarai, selain objek wisata budaya. Akomodasi hotel sudah mulai banyak mulai dari kelas melati sampai bintang empat. Agen tour dan travel di bawah keanggotaan ASITA Sumatera Barat sudah lebih dari 100 buah. Untuk melengkapi fasilitas penunjang pariwisata, pemerintah juga menyediakan kereta api wisata yang beroperasi pada jam-jam tertentu.
Kota yg terletak pada 3º 50' LS – 1º 20' LU dan 98º 10' – 102º 10' BT Objek-objek wisata yang dikunjungi para wisatawan di antaranya, Jembatan akar di kecamatan Bayang; Rumah Gadang Mande Rubiah di Lunang; Istana Kerajaan Inderapura di kecamatan Pancung Soal; Pulau Cingkuak dengan peninggalan Benteng Belanda dan Puncak Langkisau di Painan, kabupaten Pesisir Selatan, Danau Maninjau dan Puncak Lawang Embum Pagi di kabupaten Agam, Lembah Anai; Istano Basa Pagaruyung, Danau Singkarak di kabupaten Tanah Datar, Danau Talang; Danau Diatas dan Danau Dibawah dikenal juga dengan sebutan Danau kembar di kabupaten Solok, Panorama Ngarai Sianok; Benteng Fort de Kock; Jam Gadang di kota Bukittinggi, Pantai Air Manis; Pantai Muaro; Pantai Caroline; Pulau Sikuai di kota Padang, Tempat wisata Harau di kabupaten Lima Puluh Kota, Tempat wisata Ngalau di kota Payakumbuh, Candi Padang; Prasasti Padang Roco di Kabupaten Dharmasraya, Pantai Kata; Pantai Gandoriah di kota Pariaman, Pantai Arta; Malibo Anai di kabupaten Padang Pariaman.
Sementara itu berbagai informasi dan literatur sejarah mengenai Sumatera Barat dan kebudayaan Minangkabau secara umum dapat dijumpai di Pusat Dokumentasi Informasi Kebudayaan Minangkabau (PDIKM), yang terletak di tengah-tengah objek wisata Perkampungan Minangkabau (Minangkabau Village) di kota Padang Panjang. Di PDIKM terdapat berupa dokumentasi foto mikrograf surat kabar, pakaian tradisional, kaset rekaman lagu daerah, dokumentasi surat-surat kepemerintahan dan alur sejarah masyarakat Minangkabau secara terperinci khususnya semenjak abad 18 (periode penjajahan Belanda) hingga era 1980'an. Selain itu sumber literatur lain dapat ditelusuri di Perpustakaan KITLV (Koninklijk Instituut voor Taal-, Land- en Volkenkunde) dan di Perpustakaan Universitas Leiden, dua-duanya di Leiden, Belanda.
Nuansa Minangkabau yang ada di dalam setiap musik Sumatera Barat yang dicampur dengan jenis musik apapun saat ini pasti akan terlihat dari setiap karya lagu yang beredar di masyarat. Hal ini karena musik Minang bisa diracik dengan aliran musik jenis apapun sehingga enak didengar dan bisa diterima oleh masyarakat. Unsur musik pemberi nuansa terdiri dari instrumen alat musik tradisional saluang, bansi, talempong, rabab, dan gandang tabuik.
Ada pula saluang jo dendang, yakni penyampaian dendang (cerita berlagu) yang diiringi saluang yang dikenal juga dengan nama sijobang. Musik Minangkabau berupa instrumentalia dan lagu-lagu dari daerah ini pada umumnya bersifat melankolis. Hal ini berkaitan erat dengan struktur masyarakatnya yang memiliki rasa persaudaraan, hubungan kekeluargaan dan kecintaan akan kampung halaman yang tinggi ditunjang dengan kebiasaan pergi merantau.
Industri musik di Sumatera Barat semakin berkembang dengan munculnya seniman-seniman Minang yang bisa membaurkan musik modern ke dalam musik tradisional Minangkabau. Perkembangan musik Minang modern di Sumatera Barat sudah dimulai sejak tahun 1950-an ditandai dengan lahirnya Orkes Gumarang.
Elly Kasim, Tiar Ramon dan Yan Juned adalah penyanyi daerah Sumatera Barat yang terkenal di era 1970-an hingga saat ini. Perusahaan-perusahaan rekaman di Sumatera Barat antara lain: Tanama Record, Planet Record, Pitunang Record, Sinar Padang Record, Caroline Record yang terletak di kota Padang dan Minang Record, Gita Virma Record yang terletak di kota Bukittinggi. Saat ini para penyanyi, pencipta lagu, dan penata musik di Sumatera Barat bernaung dibawah organisasi PAPPRI (Persatuan Artis Penyanyi Pencipta lagu Penata musik Rekaman Indonesia) dan PARMI (Persatuan Artis Minang Indonesia).

Tarian tradisional
Secara garis besar seni tari dari Sumatera Barat adalah dari adat budaya etnis Minangkabau dan etnis Mentawai. Kekhasan seni tari Minangkabau umumnya dipengaruhi oleh agama Islam, keunikan adat matrilineal dan kebiasan merantau masyarakatnya juga memberi pengaruh besar dalam jiwa sebuah tari tradisi yang bersifat klasik, di antaranya Tari Pasambahan, Tari Piring, Tari Payung dan Tari Indang. Sementara itu terdapat pula suatu pertunjukan khas etnis Minangkabau lainnya berupa perpaduan unik antara seni bela diri yang disebut silek dengan tarian, nyanyian dan seni peran (acting) yang dikenal dengan nama Randai.
Sedangkan untuk tarian khas etnis Mentawai disebut Turuk Laggai. Tarian Turuk Langai ini umumnya bercerita tentang tingkah laku hewan, sehingga judulnya pun disesuaikan dengan nama-nama hewan tersebut, misalnya tari burung, tari monyet, tari ayam, tari ular dan sebagainya.

Rumah Adat
Rumah adat Sumatera Barat khususnya dari etnis Minangkabau disebut Rumah Gadang. Rumah Gadang biasanya dibangun di atas sebidang tanah milik keluarga induk dalam suku/kaum tersebut secara turun temurun. Tidak jauh dari komplek rumah gadang tersebut biasanya juga dibangun sebuah surau kaum yang berfungsi sebagai tempat ibadah dan tempat tinggal lelaki dewasa kaum tersebut namun belum menikah.
Rumah Gadang ini dibuat berbentuk empat persegi panjang dan dibagi atas dua bahagian muka dan belakang, umumnya berbahan kayu, dan sepintas kelihatan seperti berbentuk rumah panggung dengan atap yang khas, menonjol seperti tanduk kerbau, masyarakat setempat menyebutnya Gonjong dan dahulunya atap ini berbahan ijuk sebelum berganti dengan atap seng. Rumah Bagonjong ini menurut masyarakat setempat diilhami dari tambo, yang mengisahkan kedatangan nenek moyang mereka dengan kapal dari laut. Ciri khas lain rumah adat ini adalah tidak memakai paku besi tapi menggunakan pasak dari kayu, namun cukup kuat sebagai pengikat.
Sementara etnis Mentawai juga memiliki rumah adat yang berbentuk rumah panggung besar dengan tinggi lantai dari tanah mencapai satu meter yang disebut dengan uma. Uma ini dihuni oleh secara bersama oleh lima sampai sepuluh keluarga. Secara umum konstruksi uma ini dibangun tanpa menggunakan paku, tetapi dipasak dengan kayu serta sistem sambungan silang bertakik.

Senjata Tradisional
Senjata tradisional Sumatera Barat adalah Keris. Keris biasanya dipakai oleh kaum laki-laki dan diletakkan di sebelah depan, dan umumnya dipakai oleh para penghulu terutama dalam setiap acara resmi ada terutama dalam acara malewa gala atau pengukuhan gelar, selain itu juga biasa dipakai oleh para mempelai pria dalam acara majlis perkawinan yang masyarakat setempat menyebutnya baralek. Berbagai jenis senjata juga pernah digunakan seperti tombak, pedang panjang, panah, sumpit dan sebagainya.

Lembah Anai
Lembah Anai merupakan sebuah air terjun setinggi kira-kira 30 meter terletak di Sumatera Barat, Indonesia. Lebih tepat , Lembah Anai terletak di antara Kota Padang dengan Bukittinggi di Indonesia. Air terjun ini terletak di tepi jalan berhampiran dengan jambatan dan landasan kereta api lama yang tidak lagi digunakan. Pelancong yang mendarat di Bandar udara Minangkabau dan hendak menuju ke Bukit Tinggi akan dapat menyaksikan keindahan air terjun Lembah Anai di pertengahan jalan.

Jam Gadang
Jam Gadang adalah nama untuk menara jam yang terletak di pusat kota Bukittinggi, Sumatera Barat, Indonesia. Menara jam ini memiliki jam dengan ukuran besar di empat sisinya sehingga dinamakan Jam Gadang, sebutan bahasa Minangkabau yang berarti "jam besar".
Selain sebagai pusat penanda kota Bukittinggi, Jam Gadang juga telah dijadikan sebagai objek wisata dengan diperluasnya taman di sekitar menara jam ini. Taman tersebut menjadi ruang interaksi masyarakat baik di hari kerja maupun di hari libur. Acara-acara yang sifatnya umum biasanya diselenggarakan di sekitar taman dekat menara jam ini.
Jam Gadang memiliki denah dasar seluas 13 x 4 meter. Bagian dalam menara jam setinggi 26 meter ini terdiri dari beberapa tingkat, dengan tingkat teratas merupakan tempat penyimpanan bandul. Bandul tersebut sempat patah hingga harus diganti akibat gempa pada tahun 2007.
Terdapat 4 jam dengan diameter masing-masing 80 cm pada Jam Gadang. Jam tersebut didatangkan langsung dari Rotterdam, Belanda melalui pelabuhan Teluk Bayur dan digerakkan secara mekanik oleh mesin yang hanya dibuat 2 unit di dunia, yaitu Jam Gadang itu sendiri dan Big Ben di London, Inggris. Mesin jam dan permukaan jam terletak pada satu tingkat di bawah tingkat paling atas. Pada bagian lonceng tertera pabrik pembuat jam yaitu Vortmann Relinghausen. Vortman adalah nama belakang pembuat jam, Benhard Vortmann, sedangkan Recklinghausen adalah nama kota di Jerman yang merupakan tempat diproduksinya mesin jam pada tahun 1892.
Jam Gadang dibangun tanpa menggunakan besi peyangga dan adukan semen. Campurannya hanya kapur, putih telur, dan pasir putih. Keunikan dari Jam Gadang sendiri adalah pada kesalahan penulisan angka Romawi empat (IV) pada masing-masing jam yang tertulis "IIII". Kesahalan penulisan tersebut juga sering terjadi di belahan dunia, seperti angka 9 yang ditulis "VIIII" (seharusnya IX) ataupun angka 28 yang ditulis "XXIIX" (seharusnya XXVIII)

Busana Pengantin
Busana Tradisional Wanita Minang
Pakaian Limpapeh Rumah Nan Gadang
Lambang kebesaran wanita Minangkabau disebut “Limpapeh Rumah nan gadang”. Limpapeh artinya tiang tengah pada sebuah bangunan dan tempat memusatkan segala kekuatan tiang-tiang lainnya. Apabila tiang tengah ini ambruk maka tiang-tiang lainnya ikut jatuh berantakan. Dengan kata lain perempuan di Minangkabau merupakan tiang kokoh dalam rumah tangga. Pakaian Limpapeh Rumah Nan Gadang tidak sama ditiap-tiap nagari, seperti dikatakan “Lain lubuk lain ikannyo, lain padang lain bilalangnyo”. Namun demikian pakaian Limpapeh Rumah Nan Gadang mempunyai sifat umum yang akan kita kemukakan dalam tulisan ini.
Baju Batabue (Baju Bertabur)
Baju bertabur maksudnya naju yang ditaburi dengan benang emas. Tabur emas ini maksudnya kekayaan alam Minangkabau. Pakaian bertabur dengan benang emas bermacam-macam ragam mempunyai makna bercorak ragamannya masyarakat Minangkabau namun masih tetap dalam wadah adat Minangkabau.
Minsie
Minsie adalah bis tepi dari baju yang diberi benang emas. Pengertian minsie ini untuk menunjukkan bahwa demokrasi Minangkabau luas sekali, namun berada dalam batas-batas tertentu di lingkungan alur dan patut.
Tingkuluak (Tengkuluk)
Tengkuluk merupakan hiasan kepala perempuan yang berbentuk runcing dan bercabang. Pengertiannya adalah Limpapeh Rumah Nan Gadang di Minangkabau tidak boleh menjunjung beban atau beban yang berat.
Lambak atau Sarung
Sarung wanita pun bermacam ragam, ada yang lajur ada yang bersongket dan ada yang berikat. Sarung untuk menutup bagian tertentu sehingga sopan dan tertib dipandang mata. Tentang susunannya sangat dipengaruhi oleh situasi dan kondisi suatu daerah. Oleh karena itu ada yang berbelah di belakang, ada yang dimuka dan ada yang disusun dibelakang.
Salempang
Pengertian yang terkandung pada salempang ini adalah untuk menunjukkan tanggungjwab seorang Limpapeh Rumah Nan Gadang terhadap anak cucunya dan waspada terhadap segala sesuatu, baik sekarang maupun untuk masa yang akan datang.
Dukuah (Kalung)
Kalung yang dipakai oleh Limpapeh Rumah Nan Gadang tiap nagari dan Luhak di Minangkabau bermacam-macam. Ada yang disebut kalung perada, daraham, cekik leher, kaban, manik pualam dan dukuh panyiaram. Dukuh melambangkan bahwa seorang Limpapeh selalu dalam lingkaran kebenaran, seperti dukuh yang melingkar di leher. Dukuh juga melambangkan suatu pendirian yang kokoh dan sulit untuk berubah atas kebenaran. Hal ini dikemukakan “dikisabak dukuah dilihia, dipaliang bak cincin di jari”.
Galang (Gelang)
Terhadap gelang ini dikiaskan “Nak cincin galanglah buliah”(ingin cincin gelang yang dapat)”. Maksudnya rezeki yang diperoleh lebih dari yang diingini. Gelang adalah perhiasan yang melingkari tangan dan tangan dipergunakan untuk menjangkau dan mengerjakan sesuatu. Terhadap gelang ini diibaratkan bahwa semuanya itu ada batasnya. Terlampau jangkau tersangkut oleh gelang. Maksudnya dalam mengerjakan sesuatu harus disesuaikan dengan batas kemampuan. Menurut ragamnya gelang ini ada yang disebut “galang bapahek, galang ula, kunci maiek, galang rago-rago, galang basa”.
Palaminan
Pelaminan adalah tempat kedudukan orang besar seperti raja-raja dan penghulu. Pada masa dahulu hanya dipakai pada rumah adat namun sekarang juga dipakai pada pesta perkawinan. Hal ini mungkin disebabkan marapulai dan anak dara sebagai raja dan ratu sehari. Perangkatan pelaminan mempunyai kaitan dengan hidup dan kehidupan masyarakat adat Minangkabau. Dahulu memasang pelaminan pada sebuah rumah harus dengan seizin penghulu adat dan harus memenuhi ketentuan-ketentuan adat yang berlaku. Pelaminan mempunyai bahagian-bahagian dan semuanya saling melengkapi.
Busana Tradisional Pria Minang
Pakaian adat yaitu semua kelengkapan yang dimaksud dengan pakaian adat yaitu semua kelengkapan yang dipakai oleh seseorang yang menunjukkan ethos kebudayaan suatu masyarakat. Dengan melihat pakaian seseorang, orang akan mengatakan bahwa orang tsb dari daerah sana, dan ini akan lebih jelas bila ada pawai Bhinneka Tunggal Ika. Jadi pakaian adat mewakili masyarakat dan adat sesuatu daerah membedakannya dengan adat daerah lain. Sehubungan dengan hal tsb, maka yang akan dikemukakan dalam tulisan ini adalah pakaian adat yang biasa dipakai oleh pemangku adat dan kaum wanita di Minangkabau yang disebut juga dengan pakaian kebesaran.
Pakaian Penghulu
Pakaian Penghulu merupakan pakaian kebesaran dalam adat Minangkabau dan tidak semua orang dapat memakainya. Di samping itu pakaian tersebut bukanlah pakaian harian yang seenaknya dipakai oleh seorang penghulu, melainkan sesuai dengan tata cara yang telah digariskan oleh adat. Pakaian penghulu merupakan seperangkat pakaian yang terdiri dari
Destar
Deta atau Destar adalah tutup kepala atau sebagai perhiasan kepala tutup kepala bila dilihat pada bentuknya terbagi pula atas beberapa bahagian sesuai dengan sipemakai, daerah dan kedudukannya. Deta raja Alam bernama “dandam tak sudah” (dendam tak sudah). Penghulu memakai deta gadang (destar besar) atau saluak batimbo (seluk bertimba). Deta Indomo Saruaso bernama Deta Ameh (destar emas). Deta raja di pesisir bernama cilieng manurun (ciling menurun). Destar atau seluk yang melilit di kepala penghulu seperti kulit yang menunjukkan isi dengan pengertian destar membayangkan apa yang terdapat dalam kepala seorang penghulu. Destar mempunyai kerut, merupakan banyak undang-undang yang perlu diketahui oleh penghulu dan sebanyak kerut dester itu pulalah hendaknya akal budi seorang penghulu dalam segala lapangan. Jika destar itu dikembangkan, kerutnya mesti lebar. Demikianlah paham penghulu itu hendaklah lebar pula sehingga sanggup melaksanakan tugasnya sampai menyelamatkan anak kemenakan, korong kampung dan nagari. Kerutan destar juga memberi makna, bahwa seorang penghulu sebelum berbicara atau berbuat hendaklah mengerutkan kening atau berfikir terlebih dahulu dan jangan tergesa-gesa.
Baju
Baju penghulu berwarna hitam sebagai lambang kepemimpinan. Hitam tahan tapo, putiah tahan sasah (hitam tahan tempa, putih tahan cuci). Dengan arti kata umpat dan puji hal yang harus diterima oleh seorang pemimpin. Dengan bahasa liris mengenai baju ini dikatakan “baju hitam gadang langan, langan tasenseng bukan dek bangih, pangipeh angek nak nyo dingin, pahampeh gabuek nak nyo habih (baju hitam besar lengan, lengan tersinsing bukan karena marah, pengipas hangat supaya dingin, pengipas debu supaya habis). Lengan baju diberi benang makau, benang besar diapit oleh benang kecil yang mempunyai pengertian orang besar mempunyai pengiring. Mengenai leher besar mempunyai pengiring. mengenai leher baju dikatakan lihie nan lapeh tak bakatuak, babalah hampie ka dado (leher yang lepas tidak berkatuk, berbelah hampir kedada) yang mempunyai arti seorang penghulu alamnya lapang buminya luas. Gunuang tak runtuah dek kabuik, lawuik tak karuah dek ikan, rang gadang martabatnyo saba, tagangnyo bajelo-jelo, kaduonyo badantiang-dantiang, paik manih pandai malulua, disitu martabat bahimpunnyo (gunung tidak runtuh karena kabut, laut tidak keruh karena ikan. Orang besar martabatnya besar, tegangnya berjela-jela, kendurnya berdenting-denting, pahit manis pandai melulur, disana martabat berhimpunnya). Pengertian yang terkandung didalamnya adalah seorang penghulu yang tidak goyah wibawa dan kepemimpinannya dalam menghadapi segala persoalan dan dia harus bijaksana dalam menjalankan kepemimpinannya.
Sarawa
Ungkapan adat mengenai sarawa ini mengatakan “basarawa hitan gadang kaki, kapanuruik alue nan luruih, kapanampuah jalan pasa dalam kampung, koto jo nagari, langkah salasai jo ukuran (bercelana hitam besar kaki, kepenurut alur yang lurus, kepenempuh jalan yang pasar dalam kampung, koto dan nagari langkah selesai dengan ukuran). Celana penghulu yang besar ukuran kakinya mempunyai pengertian bahwa kebesarannya dalam memenuhi segala panggilan dan yang patut dituruti dalam hidup bermasyarakat maupun sebagai seorang pemangku adat. Kebesarannya itu hanya dibatasi oleh salah satu martabat penghulu, yaitu murah dan mahal, dengan pengertian murah dan mahal hatinya serta perbuatannya pada yang berpatutan.
Sasampiang (Sesamping)
Sasampiang adalah selembar kain yang dipakai seperti pada pakaian baju teluk belanga. Warna kain sesampiang biasanya berwarna merah yang menyatakan seorang penghulu berani. Sesamping juga biasanya diberi benang makau (benang berwarna-warni) dalam ukuran kecil-kecil yang pengertiannya membayangkan ilmu dan keberanian di atas kebenaran dalam nagari. Keindahan kain menunjukkan hatinya kaya, sentengnya hingga lutut untuk menyatakan bahwa seorang penghulu hatinya miskin di atas yang benar. Pengertian kaya yaitu seorang penghulu berlapang hati terhadap sesuatu perbuatan yang baik yang dilakukan oleh anak kemenakannya. Sebagai contoh ada sesuatu pekerjaan yang dilakukan oleh keponakannya tetapi tidak setahu dia. Karena pekerjaan itu baik maka tidak menghalangi dan malahan ikut menyelenggarakannya.
Cawek (Ikat Pinggang)
Mengenai cawek ini diungkapkan “cawek suto bajumbai alai, saeto pucuak rabuang, saeto jumbai alainyo, jambuah nan tangah tigo tampek. Cawek kapalilik anak kemenakan, panjarek aka budinyo, pamauik pusako datuak, nak kokoh lua jo dalam, nak jinak nak makin tanang, nak lia nak jan tabang jauah. Kabek salilik buhua sentak, kokoh tak dapek diungkai, guyahnyo bapantang tangga, lungga bak dukua di lihia, babukak mako ka ungkai, jo rundiang mako ka tangga, kato mufakaik kapaungkai. Cawek penghulu dalam pakaian adat ialah dari kain dan ada kalanya kain sutera. Panjang dan lebarnya harus sebanding atau lima banding satu hasta dan ujungnya pakai jumbai dan hiasan pucuk rebung. Arti yang terkandung dari cawek ini dapat disimpulkan bahwa seorang penghulu harus cakap dan sanggup mengikat anak kemenakan secara halus dan dengan tenang mendapatkan akal budinya.
Sandang
Sesudah memakai destar dan baju, celana serta sesamping maak dibahu disandang pula sehelai kain yang bersegi empat. Kain segi empat inilah yang disebut sandang. Kain segi empat yang disandang ini dalam kata-kata simbolisnya dikatakan “sandang pahapuih paluah di kaniang, pambungkuih nan tingga bajapuik”, pangampuang nan tacicie babinjek”. Pengertiannya adalah bahwa seorang penghulu siap menerima anak kemenakan yang telah kembali dari keingkarannya dan tunduk kepada kebenaran menurut adat. Begitu juga segala ketinggalan ditiap-tiap bidang moril maupun materil selalu dijemput atau dicukupkan menurut semestinya.
Keris
Penghulu bersenjatakan keris yang tersisip di pinggang. Orang yang tidak penghulu, tidak dibenarkan memakai keris; kecuali menyimpannya. Keris merupakan kebesaran bagi penghulu dan mengandung arti yang mendalam. Pemakaiannya tertentu dengan kelengkapan pakaiannya, letaknya condong ke kiri dan bukan ke kanan yang mudah mencabutnya. Letak keris ini mengandung pengertian bahwa seorang penghulu harus berfikir terlebih dahulu dan jangan cepat marah dalam menghadapi sesuatu persoalan, apalagi main kekerasan. Gambo atau tumpuan punting keris; artinya penghulu adalah tempat bersitumpu bagi anak kemenakan untuk mengadukan sakit senang. Kokoh keris bukan karena embalau, dengan pengertian bahwa yang memberi kewibawaan bagi penghulu, adalah hasil perbuatannya sendiri. Mata keris yang bengkok-bengkok, ada yang bengkoknya dua setengah patah; ada yang lebih. Pengertiannya adalah penghulu harus mempunyai siasat dalam mejalankan tugasnya. Mata keris balik bertimba dan tidak perlu diasah semenjak dibuat dengan pengertian bahwa kebesaran penghulu dan dibesarkan oleh anak kemenakan dan nagari. Tajamnyo indak malukoi, mamutuih indak diambuihkan (tajam tidak melukai, memutus tidak dihembuskan), dengan pengertian seorang penghulu tidak fanatik, tidak turut-turutan kepada paham dan pendapat orang lain, percaya pada diri dan ilmunya. Bahasa lirisnya terhadap keris ini diungkapkan “senjatonyo karih kabasaran sampiang jo cawak nan tampeknyo, sisiknyo tanaman tabu, lataknyo condong ka kida, dikesongkan mako dicabuik. Gambonyo tumpuan puntiang, tunangannyo ulu kayu kamek, bamato baliek tatimbo, tajamnyo pantang malukoi, mamutuih rambuik diambuihkan. Ipuehnyo turun dari langik, bisonyo pantang katawaran, jajak ditikam mati juo, kepalawan dayo urang aluih, kaparauik lahie jo batin, pangikih miang di kampuang, panarah nan bungkuak sajangka, lahia batin pamaga diri patah muluik tampek kalah, patah karih bakeh mati”.
Tungkek (Tongkat)
Tongkat juga merupakan kelengkapan pakaian seorang penghulu. Mengenai tongkat ini dikatakan “Pamenannya tungkek kayu kamek, ujuang tanduak kapalo perak. Panungkek adat jo pusako, barih tatagak nan jan condong, sako nan kokoh diinggiran. Ingek samantaro sabalun kanai, gantang nak tagak jo lanjuangnyo. Tongkat yang dibawa penghulu sebagai kelengkapan pakaiannya bukan untuk menunjukkan penghulu itu tua umur, melainkan seorang penghulu itu yang dituakan oleh kaum, suku dan nagarinya. Dia didahulukan selangkah, ditinggikan seranting.

Senin, 30 Juli 2012

Sumatra Utara


Sumatera Utara adalah sebuah provinsi yang terletak di Pulau Sumatera,Indonesia. Provinsi Sumatera Utara terletak pada 1° -  4° Lintang Utara dan 98° - 100° Bujur Timur, Luas daratan Provinsi Sumatera Utara 71.680 km². Provinsi ini dihuni oleh banyak suku bangsa yang tergolong dari Melayu Tua dan Melayu Muda. Penduduk asli provinsi ini terdiri dari Suku Melayu, Suku Batak, Suku Nias, dan Suku Aceh. Daerah pesisir Sumatera Utara, yaitu timur dan barat pada umumnya didiami oleh Suku Melayu dan Suku Mandailing yang hampir seluruhnya beragama ISLAM. Sementara di daerah pegunungan banyak terdapat Suku Batak yang sebagian besarnya beragama KRISTEN. Selain itu juga ada Suku Nias  di kepulauan sebelah barat. Kaum pendatang yang turut menjadi penduduk provinsi ini didominasi oleh Suku Jawa. Suku lainnya adalah Suku Tionghoa  dan beberapa minoritas lain.
Sumatera  Utara yang kaya dengan budaya adat istiadat dan keindahan alamnya. Kekayaan budaya yang dimiliki berbagai etnis yaitu :
Batak Toba dengan Tarian Tortor, Wisata danau toba, wisata megalitik (kubur batu), legenda (cerita rakyat), adat budaya yang bernilai tinggi dan kuliner. Batak Karo yang terkenal dengan daerah Berastagi dengan alam yang sejuk dan indah, penghasil buah-buahan dan sayur-sayuran yang sudah menembus pasar global dan juga memiliki adat budaya yang masih tradisional. Etnis Melayu yang terkenal dengan berbagai peninggalan sejarah seperti Istana Maimoon, tari derah dan peninggalan rumah melayu juga masjid yang memiliki nilai sejarah yang tinggi. Batak Angkola yang terkenal dengan kultur budaya yang beragam, mulai dari tari daerah adat istiadat dan merupakan penghasil salak (salak sidempuan) yang juga sudah dapat menembus pasar global. Batak Pakpak Dairi yang dikenal dengan peninggalan sejarah megalitik berupa mejan dan patung ulubalang dan tentunya juga memiliki adat istiadat dan tari daerah juga alat musik yang khusus.
Etnis Simalungun memiliki peninggalan sejarah berupa Rumah Bolon atau yang dikenal dengan Museum Lingga/Rumah Bolon yang pada tempat itu masih terdapat berbagai peninggalan sejarah dan etnis Simalungun juga memiliki adat istiadat dan budaya yang tersendiri. Etnis NIAS memiliki daerah yang kaya dengan wisata alam yang sangat menakjubkan yang telah memiliki nilai jual hingga ke mancanegara, daerah ini juga memiliki kekayaan situs megalitik dan daerah ini masih tergolong daerah yang orisinal yang belum terlindas dengan kemajuan zaman karena didaerah ini masih banyak peninggalan megalitik seperti kampung batu, nilai budaya yang tradisional dan banyak lagi yang sangat bernilai tinggi, dan menurut cerita masyarakat setempat, daerah tersebut sudah direncanakan untuk dijadikan salah satu zona situs megalitik yang dilindungi dunia. Etnis Sibolga Pesisir ini juga memiliki berbagai budaya dan adat istiadat yang khusus yang juga memiliki nilai sejarah yang sangat berharga.
Dari semua etnis tersebut maka dapatlah dikatakan bahwa Sumatera Utara memiliki kekayaan budaya dan etnis juga sejarah yang patut untuk diperhitungkan dan dijaga kelestariannya demi mengangkat martabat bangsa Indonesia di bidang Kebudayaan dan Pariwisata.
“Banyak sekali orang yang berpendapat bahwa adat istiadat dari orang Sumatera Utara kasar-kasar”. Menurut saya banyak orang yang menganggap orang sumatera kasar-kasar dikarnakan dari tutur bahasa yang agak sedikit keras. Sebenernya bahasa tersebut sudah menjadi tradisi dari orang sumatera, karena hal tersebut sudah menjadi kebiasaan atau tradisi yg telah diturunkan dari generasi ke generasi.dan tidak akan bisa dirubah,karena kebiasaan itu sudah lahir dari jaman nenek moyang kita.
SENI dan BUDAYA yang terdapat di SUMATERA UTARA
1.      Musik. Musik yang biasa dimainkan,cenderung tergantung dengan upacara - upacara adat yang diadakan, tetapi lebih dominan dengan genderangnya. Seperti pada Etnis Pesisir terdapat serangkaian alat musik yang dinamakan Sikambang.
2.      Tarian. seni tari tradisional meliputi berbagai jenis. Ada yang bersifat magis, berupa tarian sakral, dan ada yang bersifat hiburan saja yang berupa tari profan. Di samping tari adat yang merupakan bagian dari upacara adat, tari sakral biasanya ditarikan oleh dayu-datu. Termasuk jenis tari ini adalah tari guru dan tari tungkat. Datu menarikannya sambil mengayunkan tongkat sakti yang disebut Tunggal Panaluan. Tari profan biasanya ialah tari pergaulan muda-mudi yang ditarikan pada pesta gembira. Tortor ada yang ditarikan saat acara perkawinan. Biasanya ditarikan oleh para hadirin termasuk pengantin dan juga para muda-mudi. Tari muda-mudi ini, misalnya morah-morah, parakut, sipajok, patam-patam sering dan kebangkiung. Tari magis misalnya tari tortor nasiaran, tortor tunggal panaluan. Tarian magis ini biasanya dilakukan dengan penuh kekhususan.
3.      Kerajinan. tenunan merupakan seni kerajinan yang menarik dari suku Batak. Contoh tenunan ini adalah kain ulos dan kain songket. Ulos merupakan kain adat Batak yang digunakan dalam upacara-upacara perkawinan, kematian, mendirikan rumah, kesenian,dsb. Bahan kain ulos terbuat dari benang kapas atau rami. Warna ulos biasanya adalah hitam, putih, dan merah yang mempunyai makna tertentu. Sedangkan warna lain merupakan lambang dari variasi kehidupan.


TEMPAT WISATA DI SUMUT
a.      Istana Maimoon ( Istana Sultan Deli ).
warna kuning mendominasi bangunan ini. Jangan hubungkan dengan warna sebuah partai politik. Kuning adalah warna khas Melayu. Di dalamnya terdapat foto-foto keluarga, perabotan, dan senjata-senjata kuno. Inilah Istana Maimun yang merupakan peninggalan Kesultanan Deli.
Istana Maimun terletak di Jalan Brigjen Katamso, Medan. Istana ini didirikan oleh Sultan Kerajaan Deli, Sultan Makmun Al Rasyid Perkasa Alamsyah. Pendesainnya adalah seorang arsitek Italia, dan rampung pada tahun 1888. Di atas tanah seluas 2.772 m2 bangunan istana berdiri menghadap timur, dan menjadi pusat kerajaan Deli. Istana ini terdiri dari dua lantai terbagi dalam tiga bagian, yakni bangunan induk, sayap kiri, dan sayap kanan. Di depannya, sekitar 100 meter, berdiri Masjid Al-Maksum yang lebih dikenal dengan nama Masjid Raya Medan. Memasuki ruangan tamu (balairung) Anda akan menjumpai singgasana yang didominasi warna kuning. Lampu-lampu kristal menerangi singgasana, sebuah bentuk adanya pengaruh kebudayaan Eropa. Pengaruh itu juga tampak pada perabotan istana seperti kursi, meja toilet dan lemari hingga pintu dorong menuju balairung. Ruangan seluas 412 m2 ini digunakan untuk acara penobatan Sultan Deli atau acara adat lainnya. Balairung juga dipakai sebagai tempat sultan menerima sembah sujud dari sanak familinya pada hari-hari besar Islam.
Lebih jauh lagi, Anda pasti akan merasa lelah menelusuri kamar-kamar di dalamnya. Jumlah kamarnya ada 40: 20 kamar di lantai atas tempat singgasana Sultan dan 20 kamar di bagian bawah, tidak termasuk 4 kamar mandi, gudang, dapur, dan penjara di lantai bawah.
Menarik jika mengamati disain arsitektur istana ini. Perpaduan antara tradisi Islam dan kebudayaan Eropa amat terlihat. Selain yang terlihat di balairung, dasaran bangunan juga menunjukkan penaruh Eropa. Sebagian material bangunan istana memang didatangkan dari Eropa, seperti ubin, marmer, dan teraso.
Pola arsitektur Belanda dengan pintu serta jendela yang lebar dan tinggi, serta pintu-pintu bergaya Spanyol menjadi bagian dari Istana Maimun. Pengaruh Belanda juga terlihat pada prasasti marmer di depan tangga pualam yang ditulis dengan huruf Latin berbahasa Belanda.
Pengaruh Islam terlihat pada bentuk lengkungan atau arcade pada sejumlah bagian atap istana. Lengkungan yang berbentuk perahu terbalik itu dikenal dengan Lengkungan Persia, banyak dijumpai pada bangunan di kawasan Timur Tengah, Turki, dan India.
Istana Maimun merupakan salah satu bangunan terindah di Medan. Lokasinya mudah dijangkau, baik dari Bandara Polonia (sekitar 10 km) maupun Pelabuhan Belawan (sekitar 28 km). Bangunan bersejarah ini terbuka umum setiap hari dari pukul 08.00 sampai 17.00.

b.      MESJID RAYA AL-MAKSUM ( Mesjid Kesultanan Deli ).
Masjid Raya ini adalah salah satu peninggalan Sultan Deli di Sumatera Utara setelah Istana Maimoon. Masjid ini masih dipergunakan oleh masyarakat muslim untuk sholat setiap hari. Sebahagian bahan - bahannya yang terbuat dari Itali dipergunakan untuk dekorasi masjid ini.
Masjid ini dikunjungi oleh Wisatawan mancanegara dari berbagai negara di seluruh Dunia. Masjid ini adalah masjid yang terindah dan terbesar di Sumatera Utara. Masjid ini dibangun pada tahun 1906 oleh Sultan Makmun Al Rasyid. Masjid Raya ini hanya kira-kira 200 meter dari Istana Maimoon.
Mesjid dengan arsitektur yang istimewa diilhami oleh Morrish Style. Selain Masjid Raya Medan ada lagi masjid milik peninggalan kesultanan Deli yang dibangun pada Tahun 1886 yaitu Masjid Labuhan. Mesjid Labuhan adalah salah satu masjid dengan rancangan yang unik bergaya India dengan Kubah segi delapan. Masjid Labuhan terletak di jalan raya Medan Belawan sebelah utara dari pusat kota Medan.
Kubah pada Mesjid Al Ma'sum yang gepeng dan persegi juga pada puncak atap terdapat hiasan bulan sabit yang lazim pula kita temukan pada bangunan-bangunan Islam lainnya seperti Mesjid dan menara yang menurut para ahli sering dihubungkan sebagai lambang kedamaian, dimana Islam disiarkan tanpa kekerasan.
Selain denah, atap kubah, lengkungan-lengkungan (arcade), hiasan bulan sabit pada puncaknya, pengarauh kesenian Islam ini akan lebih nampak lagi pada Ornamentasinya, baik pada dinding, plafon, tiang-tiang, dan permukaan lengkungan (face Arcade) yang kaya dengan hiasan bunga-bunga dan tumbuh-tumbuhan yang berkelok-kelok dengan cat minyak. Hiasan floralistis ini selain digayakan (distilir) mengingatkan pada motif tumpal dan mekara, juga dilukiskan secara Naturalistis kecuali motif flora, motif geometris juga amat menonjol adalah kombinasi antara hiasan Poligonal (bersegi banyak), Oktagonal (segi delapan) dan lingkaran-lingkaran. Motif semacam ini terutama sekali terdapat pada dinding-dinding, permukaan lengkungan, plafon dan sebagainya. Disamping itu motif semacam ini terlihat pula pada bentuk trali besi tingkap-tingkap segi empat maupun yang berbentuklengkungan yang mengingatkan kita pada ukiran dinding gaya India. Di Indonesia hiasan semacam ini sering disebut hiasan Terawangan atau Kerawangan, selain sebagai hiasan, hiasan ini dapat berfungsi sebgai fentilasi atau lobang angin.

c.       Bangunan Peninggalan Tjong A Fie
Siapakah Tjong A Fie? Dia adalah Mayor China di Medan, seorang Milioner pertama di Sumatera. Hingga kini namanya terus dikenang di Kota Medan , meski ia sudah meninggal pada tahun 1921.
Pada Tahun 1870 Tjong A Fie dan kakaknya, Tjong Yong Hian meniggalkan desa Moy Hian, Kanton di daratan China untuk merantau ke Tanah Deli sebagai kuli kontrak di perkebunan Tembakau.
Kakak beradik ini sangat jeli melihat peluang bisnis.Pada suatau kesempatan mereka tinggal menetap di ibu kota Labuhan Deli dan membuka kedai dengan nama Ban Yun Tjong. Tjong A Fie tahu betul kebutuhan kuli-kuli China dan perantau lainnya yang baru tiba di Tanah Deli, sehingga dalam waktu singkat saja ia sudah jadi kaya raya. Keberhasilan usahanya semakin bertambah. Sampai saat ini bangunan tua bersejarah yang berada di areal Kesawan adalah merupakan tempat tinggal keluarga Tjong A Fie dan keturunannya yang pertama kali dibangun di kawasan tersebut.

d.      PANTAI CERMIN   HAWA
panas dan kebun kelapa sawit. Dua hal itulah yang pertama kali dirasakan saat memasuki wilayah Serdang Bedagai. Pantai Cermin, kira-kira 55 km dari Medan, sepanjang perjalanan Medan-Sei Rampah, pemandangan tidak pernah berubah, hamparan kebun kelapa sawit yang masih muda ataupun yang sudah menghasilkan. Sesekali, diselingi oleh sawah yang di tengahnya terdapat lintasan rel kereta api.
Dari dulu, wilayah yang berbatasan dengan Selat Malaka ini dikenal sebagai daerah perkebunan. Berbeda dengan kabupaten induknya, Deli Serdang, yang lebih dikenal dengan perkebunan tembakau, Serdang Bedagai hanya mewarisi perkebunan kelapa sawit, karet, kakao dan sedikit tembakau. Selain itu, daerah ini juga mendapat sebagian wilayah dataran rendah Deli Serdang di sebelah timur.
Perikanan, pertanian tanaman pangan, industri, dan perdagangan sedikit banyak mulai berkembang sebelum Serdang Bedagai memisahkan diri. Wilayah yang dilewati jalan trans- Sumatera, mengelilingi Kota Tebing Tinggi, dan berbatasan dengan Selat Malaka merupakan keuntungan tersendiri untuk modal awal pembangunan sebuah kabupaten baru.
Tanaman palawija dan hortikultura juga tumbuh subur. Bahkan luas lahan kering 44.121 hektar melebihi areal sawah. Ubi kayu merupakan unggulan palawija dengan produksi terbesar 272.173 ton. Pisang barangan menjadi unggulan tanaman hortikultura yang didominasi buah-buahan, 14.388 ton. Produksi palawija dan hortikultura diolah di Serdang Bedagai. Industri kecil dan rumah tangga mengolah menjadi makanan kecil keripik ubi jalar, keripik nangka, keripik sanjai khas Sumatera Barat, dan emping melinjo. Industri kecil yang sebagian besar berlokasi di Desa Bengkel, Kecamatan Perbaungan ini cukup berkembang. Perikanan merupakan harta karun yang belum maksimal dikembangkan. Didukung oleh garis pantai 98 kilometer dan melewati lima kecamatan. Produksi perikanan darat 10.027 ton tidak sebesar perikanan laut. Namun, budidaya air tawar ini patut dikembangkan lebih lanjut. Ikan lele dan nila gip merupakan ikan yang banyak dipelihara, di Kecamatan Pantai Cermin ini juga melakukan pembibitan ikan nila.
Pantai Cermin yang berada di tepi Selat Malaka dengan pemandangannya yang indah ini kita dapat mandi-mandi serta memancing.

e.       BUKIT LAWANG 
Kekayaan alam Sumatera Utara tak akan pernah habis habisnya jika kita mau mengunjunginya, Jika kita melihat dan berjalan jalan keluar daerah kota Medan, seperti daerah Bahorok terdapat tempat untuk berekreasi yakni Bukit Lawang kita bisa menyaksikan berbagai tempat memukau yang tak akan pernah kita lupakan selama hidup kita. Jika kita menuju ke Bukit Lawang, kita bisa menyaksikan orang utan makan atau orang sering menyebutnya Nonton Orang Utan Sarapan . Jarak Medan - Bukit Lawang kira-kira 88 km. Butuh waktu sekitar dua jam jika ditempuh dengan kendaraan pribadi.
Kekayaan alam Sumatera Utara tak akan pernah habis habisnya jika kita mau mengunjunginya, Jika kita melihat dan berjalan jalan keluar daerah kota Medan, seperti daerah Bahorok terdapat tempat untuk berekreasi yakni Bukit Lawang kita bisa menyaksikan berbagai tempat memukau yang tak akan pernah kita lupakan selama hidup kita. Jika kita menuju ke Bukit Lawang, kita bisa menyaksikan orang utan makan atau orang sering menyebutnya Nonton Orang Utan Sarapan. Jarak Medan - Bukit Lawang kira-kira 88 km. Butuh waktu sekitar dua jam jika ditempuh dengan kendaraan pribadi

f.       DANAU TOBA
Danau Toba adalah sebuah danau vulkanik sebesar 100km x 30km di Sumatera Utara, Sumatera, Indonesia. Di tengahnya terdapat sebuah pulau vulkanik bernama Pulau Samosir. Danau Toba sejak lama menjadi daerah tujuan wisata penting di Sumatera Utara selain Bukit Lawang dan Nias, menarik wisatawan domestik maupun mancanegara

Terlepas asal-usulnya, Samosir memang menduduki posisi geografis yang sentral di kawasan dataran tinggi Toba. Letaknya persis di jantung tanah Batak. Dengan lahirnya Kabupaten Toba Samosir (penduduk 302.000 jiwa, luas wilayah termasuk danau 3.440 km²), kelak ia terangkat dari sekedar bayangan. Apa lagi, luasnya melebihi Singapura (647 km²), bahkan danaunya hampir dua kali lebih besar dari negara tetangga itu. Citra Samosir dalam buku-buku pariwisata sebagai tujuan backpackers harus dibuang karena tempat bersejarah ini perlu memulihkan kebesaran masa lalunya.
Anda juga bisa mengunjungi Tuk Tuk untuk mencari penginapan. Sepanjang 42 km dari pangururan ke Tuk Tuk, satu jam dengan mobil. Diperkirakan terdapat 50 penginapan dalam berbagai ukuran dan kelas di Tuk Tuk. Ada beberapa hotel berukuran besar disini. Dari segi positif, pariwisata jelas menunjang bisnis setempat. Sebaliknya, pembangunan fisik praktis mengabaikan prinsip-prinsip bisnis dan tata-kota ketika para pengusaha mengebu-gebu membangun hotel, wisma tamu, dll, bagai sedang “memburu emas”.
Memasuki Tuk Tuk seperti mendatangi Legian atau Sanur Bali pada tahap awalnya. Terdapat sejumlah toko memajang pakaian warna-warni dan benda-benda seni, berikutnya kafe, disko dan tentu sederetan hotel-hotel. Kala malam menjelang, banyak turis bersukacita mengelilingi api unggun sambil memainkan alat musik dan lagu khas Batak.
Anjungan Sumatera Utara menampilkan enam buah rumah adat, rumah bolon Batak Simalungun, jabu bolon Batak Toba, siwaluh jabu Batak Karo, rumah Batak Pak-Pak Dairi, Nias, dan rumah Melayu.
Pintu anjungan berwujud gapura bertuliskan horas mejuha juha (selamat datang). Ragam hias rumah bolon antara lain sulempat, disebut Sambahou, hiasan kambing berlaga (hambing marsimbat), keyong motif segitiga, cecak, ipon-ipon, dan bidu matogu. Rumah adat Batak Karo, siwaluh jabu, beratap tiga tingkat dengan bentuk segitiga, melambangkan tali pengikat tiga kelompok kerabat (rukuh atau singkep sitelu). Rumah adat Nias, daripada aslinya. Bentuk rumah ini mengandung harapan: jika ada banjir, rumah dapat berfungsi sebagai perahu. Rumah adat Melayu diwakili rumah pesanggrahan dengan serambi depan berfungsi sebagai panggung pertunjukkan aneka seni Batak dan Melayu. Rumah-rumah adat Batak di anjungan ini berfungsi sebagai ruang peragaan berbagai aspek sejarah, tata kehidupan, dan benda-benda budaya, seperti pakaian adat, pelaminan, senjata tradisional, alat musik tradisional, dan ulos.
 Anjungan ini pernah dikunjungi tamu-tamu negara sahabat, antara lain Emir Kuwait Sheikh Jaber Al Ahmad Al Sabah (1980) dan Presiden Kazakhstan Nursultan Nazarbayev beserta istri (1995).
Rumah adat besar yang nampak dominan adalah rumah adat Batak Toba, yang dihias dengan ukiran-ukiran besar dengan warna tradisional yang khas, yaitu merah, putih dan hitam. Sepasang Gajah Dompak pada bagian kiri dan kanan bangunan konon berfungsi sebagai penolak bala. Pada masing-masing jendela tertulis segi-segi kehidupan masyarakat tradisional Sumatera Utara pada umumnya. Dua ruangan dalam bangunan ini dipergunakan sebagai tempat yang memperkenalkan berbagai aspek budaya masyarakat Sumatera Utara, sementara lantai atas juga berfungsi sebagai tempat pertunjukan dengan tempat duduk terbatas, sedangkan lantai bawah memamerkan sederetan diorama tentang sejarah, tata kehidupan, adat-istiadat, dan juga gambaran perjuangan pahlawan Si Singamangaraja XII.
Rumah ada Nias terletak diantara rumah adat batak Karo dan Batak Toba. Rumah mungil ini nampak khas dengan bentuk seperti perahu dan tampak langsing dengan topangan tiang-tiang penyangga. Bentuk rumah ini terdapat di Nias selatan, dimana dibagian depan rumah terdapat setumpuk batu setinggi pagar yang sesekali digunakan sebagai perlengkapan “lompat batu”, olah raga tradisional khas nias yg sering ditampilkan bersama atraksi “Prajurit Nias”
Bagian paling barat adalah Rumah Adat batak Karo (Si Waluh Jabu) yang atapnya bertingkat tiga dan berbentuk segitiga. Konon, pembagian serba tiga ini melambangkan adanya ikatan ”sangkap sitelu” yaitu ikatan tiga kelompok keluarga yang terdiri dari Kalimbutu, Senina dan Sembunyak, sebagaimana pengertian “dalihan na tolu” (tungku nan tiga) pada masyarakat Batak Toba dan Tapanuli Selatan. Di rumah ini terdapat hiasan Cicak yang konon merupakan hiasan penolak bala. Hal menarik lainnya ada pada hiasan di puncak atapnya yang berbentuk segitiga-segitiga. Pada setiap puncak segitiganya terpancang kepala Kerbau yang dalam kepercayaan tradisional dianggap sebagai lambing kesejahteraan bagi keluarga yang menghuninya.
Rumah adat Batak Karo di Anjungan ini berisi tentang berbagai aspek budaya seperti benda-benda kerajinan, disamping foto-foto tentang berbagai objek wisata dan segi-segi kehidupan masyarakatnya. Pada tempat ini dapat disaksikan berbagai kain “Ulos”, kain tenunan tradisional yang berarti selimut ini oleh masyarakat dianggap memiliki nilai sacral, dimana pemakainya dapat terbebas dari gangguan roh-roh jahat. Karena itu, Ulos dianggap sebagai sarana keselamatan, hingga pemberiannya kepada orang lain harus dilaksanakan dengan upacara khusus.
Masyarakat Sumatera Utara terkenal ulet dan gigih. Banyak diantara mereka menjadi perantau dan mampu bekerja keras dalam berbagai bidang. Namun mereka tak melupakan budaya daerahnya. Karena itulah, di hari Minggu atau hari libur sering diadakan acara seperti festival lagu batak, lomba Tari Melayu, atraksi Lompat batu, dan beberapa peragaan upacara adat seperti “Upacara menyambut laut” dan Manglahat Horbo serta pertunjukan si Gale-gale, patung kayu yang dapat " menari".

BAJU ADAT SUMATERA UTARA / PAKAIAN ADAT SUMATERA UTARA
Pakaian tradisional Sumatera Utara biasa disebut dengan Ulos. Pakaian adat Ulos dianggap oleh masyarakat suku Batak Karo sebagai ajimat yang mempunyai daya magis tertentu




Piso Surit adalah salah satu lagu berbahasa Karo. Ini adalah salah satu lagu yang sebenernya harusnya hampir semua orang Karo tau. Beberapa orang di luar Karo salah kaprah dengan mengira lagu ini adalah lagu tradisional Aceh. Beberapa juga mengira Piso Surit adalah senjata tradisional dari suku Karo. Piso Surit adalah nama sejenis burung yang sering terdengar bernyanyi di sekitar sawah. Kicauannya konon terdengar sendu dan memanggil-manggil, “Piso surit.. piso surit…“ Lagu ini beserta tarian yang mengiringinya mengisahkan tentang seorang gadis yang menantikan kedatangan kekasihnya. Penantian ini sangat lama dan menyedihkan sehingga sering digambarkan dengan burung Piso Surit yang sedang memanggil-manggil.

Sabtu, 28 Juli 2012

ACEH

Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki suku dan budaya yang beraneka ragam. Masing-masing budaya daerah saling mempengaruhi dan dipengaruhi oleh kebudayaan daerah lain maupun kebudayaan yang berasal dari luar Indonesia. Salah satu kebudayaan tersebut adalah kebudayaan Aceh. Sejarah dan perkembangan suku bangsa Aceh juga menarik perhatian para antropolog seperti Snouck Hurgronje. Dilihat dari sisi kebudayaannya, Aceh memiliki budaya yang unik dan beraneka ragam. Kebudayaan Aceh ini banyak dipengaruhi oleh budaya-budaya melayu, karena letak Aceh yang strategis karena merupakan jalur perdagangan maka masuklah kebudayaan Timur Tengah. Beberapa budaya yang ada sekarang adalah hasil dari akulturasi antara budaya melayu, Timur Tengah dan Aceh sendiri.
Suku bangsa yang mendiami Aceh merupakan keturunan orang-orang melayu dan Timur Tengah hal ini menyebabkan wajah-wajah orang Aceh berbeda dengan orang Indonesia yang berada di lain wilayah. Sistem kemasyarakatan suku bangsa Aceh, mata pencaharian sebagian besar masyarakat Aceh adalah bertani namun tidak sedikit juga yang berdagang. Sistem kekerabatan masyarakat Aceh mengenal Wali, Karong dan Kaom yang merupakan bagian dari sistem kekerabatan.
Agama Islam adalah agama yang paling mendominasi di Aceh oleh karena itu Aceh mendapat julukan ”Serambi Mekah”. Dari struktur masyarakat Aceh dikenal gampong, mukim, nanggroe dan sebagainya. Tetapi pada saat-saat sekarang ini upacara ceremonial yang besar-besaran hanya sebagai simbol sehingga inti dari upacara tersebut tidak tercapai. Pergeseran nilai kebudayaan tersebut terjadi karena penjajahan dan fakttor lainnya.
Dari hal-hal yang telah diuraikan diatas menurut saya menarik, maka saya mengangkat makalah ini dengan judul ”Kebudayaan Suku Aceh”.
Corak kesenian Aceh memang banyak dipengaruhi oleh kebudayaan Islam, namun telah diolah dan disesuaikan dengan nilai-nilai budaya yang berlaku. Seni tari yang terkenal dari Aceh antara lain seudati, seudati inong, dan seudati tunang. Seni lain yang dikembangkan adalah seni kaligrafi Arab, seperti yang banyak terlihat pada berbagai ukiran mesjid, rumah adat, alat upacara, perhiasan, dan sebagainnya. Selain itu berkembang seni sastra dalam bentuk hikayat yang bernafaskan Islam, seperti Hikayat Perang Sabil
Bentuk-bentuk kesenian Aneuk Jamee berasal dari dua budaya yang berasimilasi.. Orang Aneuk Jamee mengenal kesenian seudati, dabus (dabuih), dan ratoh yang memadukan unsur tari, musik, dan seni suara. Selain itu dikenal kaba, yaitu seni bercerita tentang seorang tokoh yang dibumbui dengan dongeng.
Suatu unsur budaya yang tidak pernah lesu di kalangan masyarakat Gayo adalah kesenian, yang hampir tidak pernah mengalami kemandekan bahkan cenderung berkembang. Bentuk kesenian Gayo yang terkenal, antara lain tan saman dan seni teater yang disebut didong. Selain untuk hiburan dan rekreasi, bentuk-bentuk kesenian ini mempunyai fungsi ritual, pendidikan, penerangan, sekaligus sebagai sarana untuk mempertahankan keseimbangan dan struktur sosial masyarakat. Di samping itu ada pula bentuk kesenian bines, guru didong, dan melengkap (seni berpidato berdasarkan adat), yang juga tidak terlupakan dari masa ke masa.
Satu ciri menarik dari tari Aceh adalah bahwa ia dilakukan secara berkelompok. Seudati yang heroik dilakukan oleh delapan orang. Saman, sebagian menyebutnya “tari tangan seribu” alias “a thousand hand dance” yang rampak dan dinamis biasanya dilakukan oleh sepuluh orang laki-laki atau sepuluh orang perempuan. Likok Pulok juga demikian, walaupun bisa juga ditarikan delapan atau dua belas orang. Tari Ranub Lampuan yang indah untuk memuliakan tamu biasanya dilakukan oleh enam atau delapan dara Aceh. Tak ada tari Aceh yang dilakukan sendiri alias secara solo.
Apakah karena orang Aceh tidak berani menari sendiri? Rasanya bukan. Karena konon orang Aceh punya keberanian individu yang hebat. Tak kurang Sang Pramoedya mengakuinya. ”Orang Madura beraninya carok, orang Jawa kalau berantam suka tawuran, tapi orang Aceh punya keberanian individual yang luar biasa” begitu kira-kira kata Pram dalam salah satu wawancara menjelang akhir hayatnya.
Saat Perang Aceh, ketika perlawanan pasukan Aceh mulai lemah, pasukan kolonial Belanda sering diamuk pejuang Aceh secara individu sehingga dikenal "Atjehnese murder" (Atjeh-moord). Fenomena yang sama pernah muncul dimasa DOM dan aneka operasi militer serdadu Indonesia di Aceh 1980-an ke atas.
Ciri khas lainnya aneka tarian Aceh adalah adanya syekh (pemimpin) dan kadang-kadang juga aneuk syech, semacam wakil atau asisten dari syech. Ini bisa jadi ada hubungannya dengan kosep imam dan amir dalam Islam yang mempunyai wajah unik tersendiri di Aceh. Bahwa setiap kelompok lebih dari satu orang, harus memilih satu orang pemimpin. Jika dua orang melakukan perjalanan, maka salah satunya dipilih jadi amir perjalanan.
Konsep pemimpin dalam Islam juga mewujud dengan jelas dalam shalat berjamaah yang sangat demokratis dan egaliter, yang konon menjadi sumber inspirasi pencipta Likok Pulok. Siapa saja boleh menghadap Tuhan-nya di barisan terdepan di belakang imam atau bahkan menjadi imamnya. Siapa pun bisa jadi imam asal memenuhi syarat yang dapat dipenuhi siapa saja yang mau belajar dan mengamalkannya. Makmum, pengikut imam, harus ikut gerakan imam. Tapi makmum bisa mengingatkan jika imam lupa. Bila imam, maaf, kentut, siapapun di belakang imam boleh menggantikannya dan imam dengan kesadaran snediri harus mundur. Imam perlu jamaah. Sebaliknya, jamaah tidak jalan tanpa imam. Karena itu, tarian Aceh adalah tarian berjemaah!
Dalam beberapa gerakannya, seperti dalam tari Seudati dan Ranub Lampuan, ”konsep ruang berupa titik-sentral-di-tengah-lingkaran” seringkali muncul. Margaret Kartomi, profesor seni tradisional Nusantara dari Australia menuliskan: “…the central point-in-a-circle concept of space is believed to have its parallels in Perso-Arabic thinking and points to Aceh's links with Persian, Moghul, Turkish, and Arabic cultures over the past millennium. It governs mosque-centred town planning, some visual art designs and some formations of dancers and musicians who circle around their leader at the centre point.” (Kartomi 2004).
Tak salah rasanya jika kita katakan bahwa tari Aceh adalah salah satu wujud peradaban Aceh. Bagaimana Aceh memandang dirinya di tengah peradaban Persia, Moghul, Turki, dan Arab terlihat dalam konsep ruang tari Aceh. Mewujud juga dalam perencanaan gampong dan kota dimana mesjid adalah titik pusatnya, baik secara fisik maupun mental.
Syeikh, amir, atau imam menentukan gerakan dinamis dan serempak tarian jamaahnya. Maju bersama, mundur, duduk, bersila seperti dalam Saman; berjingkrak, bahkan berlari dengan bersemangat seperti dalam Seudati. Lemah gemulai dan lembut seperti dalam Ranub Lampuan. Dibantu aneuk syeikh, seorang syeikh menentukan irama, emosi, dan gerak para penarinya.
Kerjasama dan saling percaya antara syeikh dengan para penarinya adalah keniscayaan. Tak ada tari Aceh tanpa kerjasama dan saling percaya. Tari kehilangan keindahan dan pesonanya. Coba bayangkan tangan, tubuh, kepala yang saling berbenturan di tengah kegesitan gerakan serempak Tari Saman! Taripun buyar. Taripun kehilangan eksistensinya!
Seperti tarian Aceh, orang Aceh bisa maju dan mempesona jika dia berjamaah. Kelemahannya, setiap jamaah sangat rentan terhadap ”bisikan syeitan”. Jika satu penari khianat karena kepentingan pribadi atau kena rayuan dari luar tarian—dan ini sangat mudah dalam dunia yang makin hedonistik ini, maka rusaklah seluruh tarian. Penari bisa terpengaruh atau dibeli. Kalau satu terbeli, shaf jamaah bolong. Kalau shaf jarang setan bisa lewat! 


Kepercayaan individu atau masyarakat dan kondisi alam di mana individu atau masyarakat hidup mempunyai pengaruh signifikan terhadap bentuk arsitektur bangunan, rumah, yang dibuat. Hal ini dapat dilihat pada arsitektur Rumoh Aceh, Provinsi Daerah Istimewa Aceh, Indonesia. Rumoh Aceh merupakan rumah panggung dengan tinggi tiang antara 2,50-3 meter, terdiri dari tiga atau lima ruang, dengan satu ruang utama yang dinamakan rambat. Rumoh dengan tiga ruang memiliki 16 tiang, sedangkan Rumoh dengan lima ruang memiliki 24 tiang. Modifikasi dari tiga ke lima ruang atau sebaliknya bisa dilakukan dengan mudah, tinggal menambah atau menghilangkan bagian yang ada di sisi kiri atau kanan rumah. Bagian ini biasa disebut sramoe likot atau serambi belakang dan sramoe reunyeun atau serambi bertangga, yaitu tempat masuk ke Rumoh yang selalu berada di sebelah timur

Rencong ( Bahasa Aceh : reuncong) adalah senjata tajam belati tradisional Aceh, di Pulau Sumatera Indonesia bentuknya menyerupai huruf "L". Rencong termasuk dalam kategori belati yang berbeda dengan pisau atau pedang.

Rencong memiliki kemiripan rupa dengan keris. Panjang mata pisau rencong dapat bervariasi dari 10 cm sampai 50 cm. Matau pisau tersebut dapat berlengkung seperti keris, namun dalam banyak rencong, dapat juga lurus seperti pedang. Rencong dimasukkan ke dalam sarungbelati yang terbuat dari kayu, gading, tanduk, atau kadang-kadang logam perak atau emas. Dalam pembawaan, rencong diselipkan di antara sabuk di depan perut pemakai.

Rencong memiliki tingkatan; untuk raja atau sultan biasanya sarungnya terbuat dari gading dan mata pisaunya dari emas dan berukirkan sekutip ayat suci dari Alquran Agama Islam. Sedangkan rencong-rencong lainnya biasanya terbuat dari tanduk kerbau ataupun kayu sebagai sarungnya, dan kuningan atau besi putih sebagai belatinya.

Seperti kepercayaan keris dalam masyarakat Jawa, masyarakat tradisional Aceh menghubungkan kekuatan mistik dengan senjata rencong. Rencong masih digunakan dan dipakai sebagai atribut busana dalam upacara tradisional Aceh. Masyarakat Aceh mempercayai bahwa bentuk dari rencong mewakili simbol dari basmallah dari kepercayaan agama Islam.

Rencong begitu populer di masyarakat Aceh sehingga Aceh juga dikenal dengan sebutan "Tanah Rencong".


Aceh Barat adalah wilayah pesisir bagian barat propinsi Aceh yang dewasa ini meliputi 2 kabupaten luas yakni Aceh Barat dan Aceh Selatan. Dua kota yang berkembang di daerah tersebut adalah Tapaktuan, ibukota Aceh Selatan dan Meulaboh ibukota Aceh Barat. Meulaboh, dimasa lalu menjadi bandar yang cukup ramai didatangi oleh para niagawan manca negara. Mereka membawa serta aneka keterampilan serta kebiasaan yang memperkaya budaya setempat sehingga tampil sebagaimana dewasa ini dikenal dengan gaya Aceh Barat. Oleh karena itu masyarakat Aceh Barat (dan Selatan) memiliki ciri tersendiri dalam ungkapan budayanya dibandingkan dengan kawasan Aceh lainnya. Sementara itu produk-produk asli yang merupakan bagian utama dari ungkapan budaya masyarakat tampak pada ukiran kayu, pembuatan senjata tajam, seni kerajinan sulam benang emas, sulam perca dan tenunan sutra.

Pakaian upacara adat gaya Aceh Besar dengan tata warna dan corak-corak sulaman benang emas yang khas. Sulaman khusus pada latar hitam untuk baje meukasah (jas), sarung songket pinggang pria (ija lamgugap) dan wanita (ija pinggang).

Meulaboh dan daerah-daerah sekitarnya seperti Bubon dan Lamnau merupakan pusat-pusat kerajinan sulaman yang amat terkemuka untuk baju adat perkawinan dan terkenal dengan sebutan bajee cop meulaboh.

Detail kopiah mukeutop Aceh Besar dan pinggir krah boy meukasah yang dihiasi dengan corak sulaman emas. Detail hiasan-hiasan dada, pinggang dan tangan pada busana wanita, upacara adat Aceh Besar yang terdiri atas kaluny bahru (leher). taloesusun Ihee (dada) dan taloe keuing (pinggang). Pergelangan tangan dihias oleh yleung pucok reubany (gelang pucuk rebung).

Sebagaimana dengan daerah-daerah Aceh lainnya, masyarakat serta adat Aceh Barat berangkat dari ketaatan yang kuat pada agama Islam. Peranan agama Islam membentuk kebudayaan Aceh Barat sebagai kebudayaan Islam ditengah-tengah perbaurannya dengan pengaruh-pengaruh luar dan pada gilirannya menjadi agama dan budaya semua kelompok yang ada disitu.

Jenis-jenis pakaian adat Aceh Barat
Pada masa lampau pelapisan status sosial yang ada di masyarakat menyebabkan busana-busana adat Aceh Barat tampil dalam beberapa variasi yaitu pakaian :

1. Ulee Balang untuk raja beserta keluarganya
2. Ulee Balang Cut dan Ulama
3. Patut-patut (pejabat negara), tokoh masyarakat clan cerdik pandai
4. Rakyat jelata

Dimasa kini walaupun masih ada aspresiasi dari masyarakat , khususnya terhadap para pemegang gelar kebangsawanan atau jabatan masa lalu, pelapisan sosial berikut- tatabusananya sudah amat jarang ditemui. Busana yang menonjol dewasa ini adalah yang dikenakan pada upacara adat perkawinan, khususnya akibat munculnya kembali apresiasi terhadap budaya ash daerah akhir-­akhir ini.
Aceh menyediakan banyak tempat wisata yang dapat dikunjungi, namun kejadian Tsunami yang melanda daerah tersebut akhir tahun lalu membuat tempat wisata Aceh yang kebanyakan wisata pantai ikut hancur, berikut daftar beberapa tempat wisata di Aceh:

1. Mesjid Raya Baiturahman
 
baiturahman.jpg
Gambar Masjid Baiturahman
Mesjid Raya Baiturahman yang terletak di pusat kota Banda Aceh yakni di Pasar Aceh merupakan mesjid kebanggan masyarakat Aceh.
Sejarah mencatat pada jaman dulu ditempat ini berdiri sebuah Mesjid Kerajaan Aceh. Sewaktu Belanda menyerang kota Banda Aceh pada tahun 1873 Mesjid ini dibakar, namun untuk meredam kemarahan rakyat Aceh pada tahun 1875
Belanda membangun kembali sebuah Mesjid sebagai penggantinya yang berdiri megah saat ini.
Mesjid ini berkubah tunggal dan dibangun pada tanggal 27 Desember 1883. Selanjutnya Mesjid ini diperluas menjadi 3 kubah pada tahun 1935. Terakhir diperluas lagi menjadi 5 kubah (1959 – 1968)

2. Pantai Lampuuk
lampuuk_after_tsunami.jpg
Gambar Pantai Lampuuk setelah tsunami.
Pantai Lampuuk terletak di pantai barat Aceh. Dari Banda Aceh kurang lebih 17 km dan dapat ditempuh dengan kendaraan bermotor dalam waktu kurang dari 30 menit. Namun sayangnya pantai yang cukup terkenal dan menjadi tempat wisata favorit penduduk Aceh tersebut musnah tersapu Tsunami.
Pantai ini cukup indah dan dapat digunakan sebagai tempat berenang, berjemur di pasir putih, memancing, berlayar, menyelam dan kegiatan rekreasi lainnya.
Disore hari pantai ini terasa lebih indah, dimana kita dapat menyaksikan matahari terbenam yang penuh pesona.
Disekitar pantai Lampuuk juga berdiri megah sebuah pabrik semen Andalas, namun saat itu pabrik tersebut hanya tinggal kenangan setelah mengalami kerusakan parah akibat gempa dan Tsunami 26 Desember 2004 yang lalu.
Dikawasan Pantai Lampuuk, anda dapat bermain golf dengan latar belakang panorama laut di Padang Golf Seulawah. Sayangnya semua keindahannya kini tinggal kenangan dan tinggal menungguk pemerintah memperbaiki wisata yang cukup digemari turis asing tersebut.

3. Taman Wisata Alam Laut Pulau Weh
taman-wisata-alam-laut-pulau-weh-sabang.jpg
Gambar Taman Wisata Alam Laut Pulau Weh Sabang
 
Taman Wisata Alam (TWA) Laut Pulau Weh ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 928/Kpts/Um/12/1982 tanggal 27 Desember 1982 seluas 2.600 Ha.
Secara geografis TWA Laut Pulau Weh terletak pada 0552’ Lintang Utara dan 9552’ Bujur Timur. Sedangkan secara administrasi pemerintahan termasuk Kecamatan Sukakarya, Kotamadya Sabang, Propinsi D.I. Aceh dan dari segi pengelolaan hutannya termasuk Resort Konservasi Sumber Daya Alam Iboih dan masuk pada Sub Balai Konservasi Sumberdaya Alam Propinsi NAD.
Di TWA Laut Pulau Weh, Sabang terdapat terumbu karang, baik karang yang keras maupun karang yang lunak dengan berbagai jenis, bentuk dan warna, yang kesemuanya membentuk gugusan karang yang menarik untuk dinikmati, antara lain karang dengan nama daerahnya karang lupas, karang rusa, karang kerupuk.
Selain terumbu karang, TWA Laut Pulau Weh, Sabang dapat ditemui jenis-jenis ikan karang seperti Angel fish, Tropet fish, Dunsel fish, Sergeon fish, Grope fish, Parrot fish dan lain-lain. Ikan-ikan ini berada di sekitar TWA Laut Pulau Weh dan sebagian merupakan endemik di daerah ini. Selain itu juga banyak ditemukan jenis-jenis ikan ekonomis seperti Tuna, Kakap, Kerapu, Bayan, Pisang-pisangan dan lain-lain.
Kegiatan wisata alam yang dapat dilakukan di TWA Laut Pulau Weh adalah kegiatan wisata tirta seperti berselancar, naik sampan, berenang, memancing, serta menyelam untuk menikmati alam bawah air dengan keanekaragaman terumbu karang serta ikan-ikan karangnya yang indah.
Beberapa fasilitas yang dapat mendukung kegiatan wisata antara lain : pondok-pondok penginapan di sekitar Iboih yang dibangun oleh masyarakat, shelter, MCK, masjid, kios cendera mata dan hotel yang terdapat di Gapang. Selain itu terdapat berbagai fasilitas yang berada di Pulau Rubiah yang dibangun oleh Dinas Pariwisata Dati I D.I. Aceh antara lain : pusat kegiatan menyelam yang dilengkapi dengan fasilitasnya (perahu motor, peralatan selam), mushola, shelter, MCK, rumah jaga, menara pengintai, jalan setapak, taman dan instalasi listrik.

krueng_raya1.jpg

Gambar Krueng Raya

Krueng Raya berjarak 35 Km dari Banda Aceh merupakan sebuah nama wilayah. Di daerah tersebut terdapat pelabuhan yang bernama “Pelabuhan Malahayati” yang sering dipergunakan masyarakat Banda Aceh untuk menyebrang ke pulau Weh (Sabang). Pelabuhan tersebut akhirnya dinon aktifkan setelah pelabuhan Ulee Lhe yang lebih megah dibangun (namun sama saja hancur karena Tsunami). Krueng Raya yang termasuk daerah dengan kerusakan terparah akibat Tsunami dapat ditempuh dalam waktu 30 menit dari Banda Aceh.

Di daerah ini juga sangat terkenal dengan pantainya yang bernama Ujong Batee, disana selain pantainya yang indah juga terdapat sebuah restoran yang cukup megah yang menyajikan makanan khas Aceh yang terkenal yaitu Kepiting Besar, Udang Windu, Tiram, Telur Penyu, dan berbagai hasil laut dan pertanian lainnya. Pantai Ujong Batee sendiri terletak sekitar 17 km arah timur Banda Aceh. Pantainya yang ditumbuhi pohon cemara yang lebat merupakan pelindung para pengunjung bila hari panas sehingga cukup nyaman untuk bersantai. Ujong Batee dalam bahasa Aceh berarti Ujung Batu, mungkin nama ini diberikan karena dari pantai inilah kita dapat langsung melihat pulau seberang Sabang

Selain Ujong Batee, di Krueng Raya juga terdapat daerah wisata bernama Lamreh, daerah ini merupakan daerah bukit yang dulunya tandus, namun kini telah ditanami berbagai pohon. Dari sini kita dapat menyaksikan panorama laut yang indah seperti terlihat pada gambar dihalaman ini.

rumoh3-aceh.jpg
Gambar Rumah Aceh
Kota Banda Aceh memiliki sebuah Museum Negeri yang terletak dalam sebuah Kompleks. Bangunan induk Museum berupa sebuah rumah tradisional Aceh, dibuat pada tahun 1914 untuk Gelanggang Pameran di Semarang, yang kemudian dibawa pulang ke Banda Aceh tahun 1915 oleh Gubernur Van Swart (Belanda) yang kemudian dijadikan Museum. Rumoh Aceh adalah sebuah rumah panggung yang berpintu sempit namun didalamnya seluruh ruangan tersebut tidak bersekat.
Sekarang ini lingkungan Museum ini telah bertambah dengan bangunan baru yang mengambil motif-motif bangunan Aceh seperti halnya bangunan Balai Pertemuan yang berbentuk kerucut yang bentuknya diambil dari cara orang Aceh membungkus nasi dengan daun pisang yang dinamakan “Bukulah”. Bukulah ini antara lain dihidangkan pada kenduri-kenduri tertentu seperti Kenduri Blang, Kenduri Maulid Nabi Besar Muhammad Saw dan lain sebagainya.
Ruang pamer Museum yang baru, memiliki bangunan 3 lantai, dipenuhi oleh berbagai koleksi barang-barang purbakala yang ditata dengan baik. Salah satu koleksi Museum ini adalah Lonceng Besar yang diberi nama “CakraDonya”. Lonceng ini merupakan hadiah dari Kerajaan Cina tempo dulu yang dibawa oleh Laksamana Ceng Ho pada tahun 1414. Beranda depan Museum memiliki bentuk khas yang juga memperlihatkan ukiran-ukiran kayu dengan motif Aceh. Banyak hal yang menarik dimuseum yang bersebelahan dengan pendopo Gubernur Aceh itu sehingga banyak murid sekolah yang berkunjung setiap harinya.
Dikompleks ini sekaligus dijumpai makam sultan-sultan Aceh dimasa lalu. Makam para Sultan pada umumnya dinuat dari Batu Gunung dan dihiasi dengan Kaligraphi Arab yang indah mempesona, salah satunya adalah Makam Sultan Iskandar Muda.

6. Gunongan
gunong.jpg
Gambar Gunong
Gunongan merupakan sebuah bangunan peninggalan Sultan Iskandar Muda (1608-1636) untuk permaisurinya Putri Phang.Menurut sejarah, Putri Phang selalu merasa rindu akan kampung halamannya, Pahang – Malaysia. Sultan kemudian mengetahui bahwa kegusaran permaisurinya itu karena di Pahang Istananya dikelilingi oleh perbukitan dimana permaisuri dapat bermain, namun disini tidak.
Lalu Sultan membangun sebuah gunung buatan yaitu Gunongan dimana permaisuri dapat memanjatinya. Begitu bangunan ini siap, permaisuri menjadi berbahagia dan lebih banyak menghabiskan waktunya disini terutama pada saat matahari akan tenggelam. Gunongan terletak dalam sebuah komplek di Jl Teuku Umar Banda Aceh, dimana daerah tersebut luput dari keganasan Tsunami.

7. Alam Aceh
Banda Aceh memiliki pemandangan laut yang luar biasa bagusnya, pemandangan laut tersebut juga menjadi daya tarik sendiri bagi wisatawan asing, kota ini memang merupakan kota pesisir pantai barat Sumatera, maka tak heran kota ini termasuk parah akibat terjangan Tsunami.
Pemandangan laut Aceh tidaklah kalah dengan Bali ataupun Lombok. Selain laut, pemandangan udara Banda Aceh juga sangat indah ini dimungkinkan mengingat kurangnya polusi di daerah tersebut. Kendaraan di Aceh juga tidak sebanyak di daerah lain. berikut beberapa gambar pemandangan laut dan udara Banda Aceh:
aceh-laut1.jpgaceh-laut2.jpglangit-aceh1.jpg